Rabu, 06 Maret 2019

A Greatest Showman, Spectaculer Movie!



A Greatest Showman, nggak bisa berkata-kata lagi. Filmnya sangat menyentuh. Saya tahu film ini tentang film sirkus, tetapi ternyata lebih dari sirkus. Dari film ini, mengungkap sebagian kecil tentang dunia sirkus, tentang khayalan yang akhirnya menjadi nyata, namun kenyataannya tak seindah mimpi. Tentang kekeluargaan, dan tentang kepercayaan diri. Saya acungi jempol film ini. Dari segi seni, segi tata musik, kostum, semuanya sangat pantas untuk mendapat penghargaan film bergengsi. Sebelumnya, mari mengulas sedikit sinopsis singkat A Greatest Showman.

Sinopsis

Phineas Taylor Barnum, seorang penghibur di sirkus asli dari Amerika Serikat. Hal itu diakui secara internasional untuk kabar bohong di dunia hiburan. Ia mendirikan Barnum & Bailey Circus. Karena keberhasilan dalam presentasi di sirkus, Barnum menjadi salah satu orang terkaya di dunia di abad ke-19.

Barnum adalah seorang visioner yang bangkit dari keterpurukan selama hidupnya. Ia anak seorang penjahit yang miskin, dan dari sanalah ia bertemu Charity Hallett, istrinya. Barnum kecil sering mendapat perlakuan jahat karena ia miskin. Oleh karena itu, Barnum pun pergi ke New York, dan iapun belajar dan bekerja di sana. Barnum dan Charity saling mengirim surat, meski kedua orangtua Charity tidak menyukai Barnum karena miskin, Charity memilih untuk menghabiskan hidupnya dengan Barnum.



Kala itu, perusahaan tempat Barnum bekerja mengalami kebangkrutan. Akhirnya Barnum pun meminjam uang di bank. Ketika sedang mengantri, Barnum tidak sengaja melihat ada seseorang yang kakinya pendek, dan Barnum pun mencoba meliriknya. Dia tampak kaget karena orang berkaki pendek itu bukan anak-anak, melainkan kerdil. Barnum agak kaget karena pria kerdil itu menegurnya dengan gertakan.

Akhirnya, Barnum meminjam uang di bank untuk membuka sebuah museum yang penuh dengan lilin. Barnum dan keluarga kecilnya pun membangun museum kecil itu sebagai pertunjukan dan menjual tiket ke daerah-daerahnya. Namun tiketnya tidak laku dikarenakan masyarakat tidak menyukai itu. Anak-anak Barnum, Caroline dan Helen nyeletuk kepada ayahnya, "Kita butuh sesuatu yang bergerak, semua di museum itu hanya patung. Terlalu banyak patung disana." Dari kritikan yang disampaikan anak kecil itu, Barnum pun berusaha untuk mencari ide bagaimana museumnya bisa dikunjungi orang-orang. Teringatlah ia dengan orang kerdil yang ia temui di bank itu.



Barnum pun mencari orang-orang unik di sekitarnya dan mengajak mereka bergabung untuk menggelar pertunjukan sirkus sesuai dengan keunikan mereka. Ada si penyanyi wanita yang berjenggot, ada si kerdil, ada si manusia penuh tatto, ada si manusia tinggi, dan masih banyak lagi. Dari pertunjukan pertama sukses membuat penonton ketakutan, namun setelah melihatnya, mereka kembali bahagia dan terhibur. Di tengah-tengah penonton, di abad itu, kritikus seni mengatakan bahwa sirkus itu adalah kebohongan. Barnum memang sengaja menyebarkan berita-berita bohong agar orang-orang tertarik dan penasaran pada pertunjukannya. Barnum juga mengajak Phillip Carlyle, aktor yang sudah mulai redup reputasinya untuk bekerja sama di pertunjukan sirkusnya sebagai satu dari sekian daya tarik.

Penolakan pertunjukan sirkus pun terlihat ketika tulisan kritikus seni tersebut dimuat di koran. Barnum yang tadinya sangat bangga akan capaiannya, terus berusaha membuat kritikus seni itu tidak mencemoohnya. Seiring berjalannya waktu, Barnum pun mencari cara agar mereka diakui, mereka disegani. Muncullah Jenny Lind, penyanyi orkestra dari Inggris yang memikat hati Barnum karena suaranya, bukan yang lain lho ya.



Karena sibuk mencari ketenaran dan pembuktian bahwa sirkusnya tidak seperti yang dikatakan di dalam koran, akhirnya Barnum dan Jenny Lind mengadakan tur konsernya. Hingga pada di titik dimana Barnum agak nyeleweng dari sirkusnya, para pemain sirkus dan pemusik itu berusaha menarik perhatian Barnum kembali. Mereka lelah dikata-katai dan dicemooh oleh haters mereka. Terjadilah pertengkaran, dan membuat gedung Barnum Circus terbakar.

Dari sanalah, Barnum menyadari jika ia sudah terlalu jauh terlibat dalam pertunjukan Jenny Lind. Akhirnya, ia pun kembali ke sirkusnya, mencari sesuatu yang baru, dan sirkus yang diadakannya tidak memiliki gedung melainkan tenda besar yang bisa mereka sewa dimana saja. Di akhir cerita, Barnum menyerahkan sirkusnya kepada Phillips dan ia ingin menjalani hidupnya bersama keluarganya.

Review

Wow.
Film ini dianjurkan untuk Anda yang suka film musikal, karena di awal film hingga di akhir, akan ada banyak nyanyian. Kalau tidak suka, Anda akan merasa bosan dan menganggap, kebanyakan nyanyi nih! Orang-orangnya aneh-aneh, ih.
Well, saya tidak terlalu suka film drama musikal, tetapi ada pengecualian. Apabila drama musikal itu, lagunya benar-benar bisa diserap dengan baik di telinga saya, saya akan tetap menontonnya sampai habis. Dan ini berlaku pada film A Greatest Showman.

Menurut saya, porsi yang disampaikan sang sutradara mengenai kehidupan titik nol P.T. Barnum sudah pas, tidak perlu ditambahkan lagi. Suguhan cerita yang singkat tentang masa kecil Barnum sudah mewakili mengapa ia bisa menjadi seorang visioner yang tidak pernah puas. Dari segi kostum, saya nggak mau komen karena saya melihatnya itu bagus-bagus saja untuk film pertunjukan.

Dari segi musik, saya rasa ini bagian paling the best. Lagu-lagunya semuanya enak! A Million Dreams, This Is Me, Rewrite the Star, dan masih banyak lagi, tapi saya kurang hafal, dan yang terfavorit, Never Enough. Scene terbaik dan yang paling menyentuh adalah ketika Jenny Lind menyanyikan lagu Never Enough dengan ekspresi yang membawa penontonnya menangis. Lagunya memang menggambarkan keinginan yang lebih dan lebih untuk mendapatkan sesuatu dan tidak akan pernah berhenti sampai disitu. Luar biasa scene ini, bagus!

Setelah di Les Miserable, Hugh Jackmann kayaknya emang pantas untuk memerankan drama musikal seperti ini.Aktor ini pas banget memerankan P.T. Barnum. Tapi, jujur saya nggak terlalu suka dengan scene yang ada Zac Efron dan Zendaya, kurang asyik aja. Dalam film itu Barnum terlalu dominan di film itu sehingga saya kurang mendapat feel di scene-nya Zac Efron, sorry to say. Tapi selebihnya, semuanya terlihat eksklusif.

Fakta Cerita P.T. Barnum

Saya mendapat artikel ini dari Wikipedia, namun saya mencoba untuk merangkumnya agar Anda para pembaca bisa mengetahui sekilas tentang ini.



Fakta sesungguhnya, P.T. Barnum tidak pernah bekerja sama dengan Phillips Carlyle. Barnum juga menarik perhatian pengunjung museumnya dengan cara curang. Ia merekrut orang-orang yang berkebutuhan khusus dan menyebar hoax alias berita bohong mengenai orang-orang tersebut. Orang pertama yang direkrutnya adalah seorang mantan budak wanita yang buta dan nyaris lumpuh total bernama Joice Heth. Barnum menyebarkan kabar bohong di Philadelphia dengan mengatakan bahwa Heth merupakan seorang mantan asisten perawat George Washington dan berusia 161 tahun.

Dari film tersebut dapat dilihat kelicikan yang dilakukan oleh Barnum demi meraih keuntungan. Orang-orang yang berkebutuhan khusus benar-benar dimanfaatkan sekadar sebagai objek untuk mendatangkan keuntungan. Sangat bertolak belakang dengan kisah di film, ketika sosok Barnum digambarkan penuh cinta kasih dan peduli akan kesetaraan orang-orang berkebutuhan khusus tersebut. Tetapi, untuk menjaga kenetralisasian dalam perfilman, sebaiknya fakta ini hanya sebagai pengetahuan saja.

Well, done! Nggak kaget kalau nih film mendapat penghargaan yang banyak dari Golden Globe Awards. Sampai jumpa di review film yang lainnya, jangan lupa tinggalkan komen. Tchao!